Rabu, 25 Juni 2008

Anarkisme Beragama....

MENYOAL ANARKISME GERAKAN "JIHAD" RADIKAL

Oleh : Yusuf Hasyim, S.Ag

Kasus penyerangan terhadap demonstran dari kelompok Komando Laskar Islam (KLI) terhadap massa AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) di Monas pada Minggu (1/6), menambah daftar baru anarkisme beragama di Indonesia.

Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa pemahaman aqidah keberagamaan baik secara internal maupun eksternal seringkali dipahami secara tekstual dan sempit. Hal ini menunjukkan lemahnya sikap ukhuwah dan toleransi beragama yang berakibat pada fanatisme dan primordialisme kelompok yang cenderung "buta". Mengapa hal ini terjadi?

Tidak sedikit orang atau kelompok yang menganggap keyakinannya yang paling benar dalam memahami agama dan bahkan siap mengorbankan nyawa sekalipun demi mempertahankan keyakinannya.

Dalam beberapa kasus, fanatisme agama menyebabkan orang dapat dengan mudah melakukan kekerasan demi "agenda suci" mereka sebagaimana yang mereka pahami. Di samping itu, fanatisme agama juga seringkali dipengaruhi oleh paradigma berfikir kelompok fundamentalis yang lebih menekankan pada otentisitas Islam yang telah menempatkan doktrin Islam tidak pada tempat yang sewajarnya yang pada akhirnya melahirkan absolutisme.

Tarmizi Taher, Ketua Dewan Masjid Indonesia mengatakan, aksi-aksi radikal yang mengatasnamakan agama telah memberi gambaran buram tentang agama. Padahal pengetahuan agama yang terkotak-kotak, minim, dan hanya dipermukaan kulit-lah yang menjadi biang keladi timbulnya radikalisme dalam beragama. Pengetahuan agama yang tidak luas dan kurang terdidik dalam agama sehingga merasa paling tahu sendiri tentang agamanya merupakan sebab timbulnya radikalisme dalam beragama. Sementara itu, menurut Ma'ruf Amin, ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, bahwa fanatisme yang berlebihan menyebabkan tumbuh suburnya radikalisme di negeri ini. Ketika orang berbeda pendapat akan dianggap sebagai musuhnya. Tak hanya orang yang berbeda agama, yang seagama pun bila berbeda pendapat akan tetap dianggap sebagai lawan.

Factor yang menyebabkan munculnya radikalisme kelompok Islam garis keras ini tidak hanya berasal dari pemahaman sempit terhadap fanatisme dan primordialisme keagamaan, tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya kekuatan politik pemerintah dalam penegakan hukum.

Gerakan Islam Garis Keras

Aksi anarkisme, radikalisme, bahkan terorisme seringkali dihubungkan dengan kelompok gerakan Islam Garis Keras. Sebutan ini sering diasumsikan pada kelompok Islam radikal atau Islam Fundamentalis, yaitu gerakan-gerakan yang menolak dan membasmi segala sesuatu yang dilihat tidak Islami. Gerakan ini didorong oleh motivasi imani dengan tanggung jawab untuk mewujudkan risalah Islam di muka bumi melalui perjuangan suci untuk merubah situasi yang belum Islami kedalam situasi yang Islami.

Secara umum kaum fundamentalis memiliki tiga corak gerakan : Pertama, Reformatif yaitu pemurnian ajaran Islam dari pengaruh unsur-unsur di luar Islam. Kedua, Kesadaran diri untuk keluar dari isolasi kekuatan lain di luar Islam. Dan Ketiga, pertumbuhan kepercayaan diri untuk tampil sebagai kekuatan alternatif yang membawa penyelesaian atas problem-problem yang dihadapi umat manusia.

Corak gerakan ini seringkali melahirkan pola-pola gerakan yang cenderung bersifat eksklusif, simbolis, progressif dan repressif dengan dilandasi oleh nilai-nilai "Jihad Fisabilillah", "Amar Ma'ruf nahi Munkar"dan "Militansi Islam" dan lain sebagainya.

Di Indonesia gerakan ini sering dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam militan atau Islam jama'ah dengan mengangkat simbol-simbol Islam dalam setiap aksi gerakannya. Target utama gerakan kelompok ini adalah untuk memperjuangkan berdirinya Negara Islam Indonesia dengan berlakunya sistem khilafah Islam di Indonesia.

Pada tahun 70-an gerakan Islam Garis Keras (radikal) telah muncul di Indonesia yang menurut data Badan intelejen gerakan ini dibangun ala mafia dengan sistem sel terpisah sehingga seringkali tidak saling mengenal. Gerakan ini awalnya terfokus pada kalangan remaja, tapi pada saat yang bersamaan gerakan ini juga membina secara khusus sejumlah aktivis potensial yang direkrut di masjid-masjid melalui kelompok-kelompok kecil (usrah). Pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an terjadi perubahan gerakan, muncul pertentangan antara kelompok dakwah kultural dan kelompok yang menginginkan pencetakan kader-kader militan (radikal) yang dikembangkan oleh kelompok wahaby radikal. Gerakan ini lebih banyak berkembang di Malaysia, Pakistan, Singapura, Afghanistan dll. Dan tidak memiliki akar yang kuat di Indonesia, karena kekuatan gerakan Islam di Indonesia telah terorganisir oleh dua organisasi besar yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang cenderung bersifat moderat.

Munculnya "gerakan jihad radikal” yang dilakukan oleh kelompok Islam Militan menurut Prof. Dr. Imam Bawani, MA ada dua faktor yang mendasari; Pertama, Faktor Internal yakni karena pemahaman seseorang terhadap Islam yang sangat rigid (kaku, keras). Kedua, Faktor Eksternal yakni ketidakadilan dan kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina yang dibiarkan terus berlanjut oleh Amerika Serikat menjadi stimulus terhadap kekerasan kelompok ini.

Padahal ajaran-ajaran Islam sangat menegakkan penghargaan kepada perbedaan pendapat dan perbenturan keyakinan, Islam melalui ajarannya memiliki pandangan universal yang berlaku untuk manusia secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan suku, ras, bangsa, maupun status sosial lainnya.

Ada lima jaminan dasar sebagai wujud universalisme Islam yang diberikan kepada warga masyarakat baik secara perorangan maupun sebagai kelompok, yaitu : (1) jaminan dasar akan keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani di luar ketentuan hukum, (2) jaminan keselamatan keyakinan agama masing-masing, tanpa ada paksaan untuk berpindah agama, (3) jaminan keselamatan keluarga dan keturunan, (4) jaminan keselamatan harta benda dan milik pribadi di luar proses hukum, dan (5) keselamatan profesi.

Jaminan dasar di atas melandasi hubungan intern umat beragama dan antar umat beragama. Sehingga masing-masing warga masyarakat memiliki sikap toleransi beragama atas dasar sikap saling menghormati, tenggang rasa, dan kebebasan beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Toleransi merupakan bagian yang inherent dari kehidupan manusia dan memberikan andil besar dalam transformasi sosial sepanjang sejarah.

Di samping itu Islam juga agama yang secara tegas memberikan pernyataan tentang pluralisme. Dalam Islam, pluralisme dilihat sebagai aturan Tuhan (sunnatulah), yang tak mungkin berubah, tak bisa diingkari, dan tak mungkin dilawan. Cukup banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menguraikan pandangan tentang pluralisme, sebagai sunnatullah yang harus diterima oleh ummat Islam. Karena itu Al Qur’an sangat menganjurkan ummatnya untuk selalu memelihara persaudaraan (ukhuwah), tidak membenarkan sikap-sikap absolutis dan merasa paling benar sendiri, apalagi merendahkan kaum seiman hanya karena mereka punya pandangan yang berbeda.

ยต Yusuf Hasyim, S.Ag

Penulis adalah Wakil Sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Cabang Pati, Jawa Tengah

Alamat : Ds. Pekalongan Rt. 03 Rw. 01, Kec.Winong, Kab. Pati. Email : yusufhasy@yahoo.com

Tidak ada komentar: